GHSNEWS.ID | NTB — HET pupuk bersubsidi untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp2.250 per kilogram untuk Urea, Rp2.300 per kilogram untuk NPK Phonska, Rp3.300 per kilogram untuk NPK untuk Kakao, dan Rp800 per kilogram untuk Pupuk Organik.
"Nah, jika ada pupuk yang dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dapat dikenai ancaman pidana," demikian diutarakan Samuel Watimena SH, praktisi hukum kepada GHSNEWS.ID pada Senin (27/1).
Menurutnya, pelanggaran HET pupuk bersubsidi dapat dikenai ancaman pidana berdasarkan Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001.
"Sanksinya meliputi hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar," tegasnya.
Hal itu dikemukakan oleh Samuel Watimena SH, menanggapi keluhan sejumlah petani dari berbagai daerah terkait harha pupuk.
Ia menambahkan, Pupuk Indonesia akan mengambil tindakan terhadap kios atau distributor yang terbukti melanggar aturan. Untuk mengecek kuota pupuk bersubsidi, petani dapat melakukan pengecekan mandiri melalui portal aplikasi SIMPI.
Sementara itu, saat musim tanam tiba, terutama di Kabupaten Lombok Timur, masalah pupuk selalu menjadi sorotan, baik itu soal kelangkaan hingga masalah penjualan yang melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Plt Kepala Dinas Pertanian, Kasturi mengatakan, perlu kita tahu kenapa selama ini kedengarannya pengecer selalu menjual pupuk diatas harga eceran tertinggi (HET). Menurutnya, karena beberapa faktor, diantaranya, Pertama, kata Kasturi, kemungkinan petani dalam menebus pupuk bersubsidi alokasi yang di E-RDKK tidak sesuai dengan kebutuhannya, sehingga diminta untuk menambah dengan pupuk bersubsidi.
"Sehingga terjadilah akumulasi harga," terangnya.
Kemudian yang kedua, kata dia, mungkin petani dalam melakukan penebusan diantarkan sampai tempat tujuan. Sehingga ada ongkos atau biaya tambahan yang dikenakan.
Menurutnya, pengawasan yang selama ini dilakukan pihaknya adalah tentu langsung turun ke lapangan atau ke pengecer bersama tim KP3 untuk memastikan bagaimana kondisi dan sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan di tingkat pengecer.
“Apakah sesuai dengan regulasi atau tidak, apakah tepat sasaran atau tidak,” ujarnya, melalui keterangan tertulisnya, Senin 27 Januari 2025.
Apa bila tidak sesuai dengan regulasi, lanjutnya, tentu kami dari tim KP3 akan memberikan teguran dan bahkan akan memberikan rekomendasi pemberhentian sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. (*)